BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat merupakan salah satu unsur utama dalam berdirinya suatu negara.Negara yang makmur, merupakan tanda bahwa negara tersebut memiliki masyarakat yang juga makmur. Kemakmuran ini didukung oleh banyak faktor.Salah satunya adalah kesehatan lingkungan masyarakat di suatu negara tersebut.Kesehatan masarakat adalah ilmu yang bertujuan untuk mencegah penyakit,memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usahapengorganisasian masarakat. Salah satunya pengorganisasian pelayanan-pelayananmedis dan perawatan untuk diagnosa dini dan pengobatan. (IAKMI , 2012)
Kesehatan lingkungan adalah cabang ilmu kesehatan masyarakat yangberkaitan dengan semua aspek dari alam dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Kesehatan lingkungan didefinisi-kan oleh World HealthOrganization sebagai: aspek-aspek kesehatan manusia dan penyakit yangdisebabkan oleh faktor-faktor dalam lingkungan. Hal ini juga mencakup pada teoridan praktek dalam menilai dan mengendalikan faktor-faktor dalam lingkunganyang dapat berpotensi mempengaruhi kesehatan. Kesehatan lingkungan mencakupefek patologis langsung bahan kimia, radiasi dan beberapa agen biologis, dandampak (sering tidak langsung) di bidang kesehatan dan kesejahteraan fisik yangluas, psikologis, sosial dan estetika lingkungan termasuk perumahan, pembangunanperkotaan, penggunaan lahan dan transportasi.(Pirenaningtyas, 2007)
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan halyang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan danfaktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnyamasalah kesehatan masyarakat. (Pirenaningtyas, 2007)
Salah satu faktor dalam lingkungan yang menyebabkan aspek-aspek kesehatan manusia terganggu dan munculnya penyakit adalah tingkat pendidikan masyarakatdi suatu daerah tempat mereka tinggal. Faktor pendidikan dapat mempengaruhirespon masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
• Apa yang di maksud dengan pendidikan kesehatan ?
• Bagaimana ruang lingkup pendidikan kesehatan tersebut ?
• Apa saja metode pendidikan yang digunakan ?
• Apa alat bantu atau media yang digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat ?
• Apa peran pendidikan kesehatan dalam masyarakat tersebut
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penilisan makalah ini adalah :
• Untuk mengetahui apa itu pendidikan kesehatan
• Untuk mengetahui ruang lingkup pendidikan kesehatan dalam masyarakat
• Untuk mengetahui metode pendidikan yang digunakan
• Untuk mengetahui apa alat bantu yang digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
• Untuk mengetahui peran pendidikan kesehatan dalam masyarakat
BAB II
KAJIAN TEORI
A. PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Prinsip – prinsip Pendidikan Kesehatan
Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan itu penting untuk menunjang program – program kesehatan yang lain. Akan tetapi, pengakuan ini tidak didukung oleh kenyataannya. Artinya, dalam program – program pelayanan kesehatan kurang melibatkan pendidikan kesehatan, tetapi kurang memberikan bobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan itu tidak membawa manfaat bagi masyarakat dan tidak mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena merupakan ‘ behavioral investmen’ jangka panjang. Hasil investasi pendidikan kesehatan baru dapat beberapa tahun kemudian. Dalam waktu yang pendek ( immediate impact) pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan pengatahuan saja belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan.
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah ( intermediate impact ) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran ( outcome ) pendidikan kesehatan. Hal ini berbeda dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan yang dapat langsung memberikan hasil ( immediate impact ) terhadap penurunan angka kesakitan.
a. Peranan pendidikan kesehatan
Semua ahli kesehatan masyarakat membicarakan status kesehatan mengacu kepada H.L.Blum. dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang sudah maju. Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap kesehatan.
Kemudian berturut – turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh factor – factor tersebut terhadap status kesehatan di negara – negara berkembang, terutama Indonesia, belum ada penelitian. Apabila dilakukan penelitian mungkin hasilnya berbeda – beda tergantung masyarakatnya.
b. Konsep pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogic praktis atau praktik kebidanan. Oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkebangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa mausia sebagai makhluk sosia dalam kehidupannya unuk mencapai kelebihan ( lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tau dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.
Kegiatan proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseoarang adapat dikatakan belajar apabila dalam dirinya teradi perubahan, dar tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menegrjakan menjadi dapat menegerjakan sesuatu. Namun demikian, tidak semua perubahan semacam itu terjadi dapat berjalan. Perubahan ini terjadi bukan hasil proses belajar, tetapi karena proses kematangan.kegiatan belajar mempunyai cirri- cirri :
Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar, baik actual maupun potensial. Cirri kedua dari hasil belajar adalah bahwa perubahan tersebut didapatka karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relative lama. Cirri ketiga adalah bahwa perubahan terjadi karena usaha yang didasari bukan karena kebetulan.
Bertitik tolak dari konsep pendidikan tersebut, maka konsep pendidikan kesehatan itu juga proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dan tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah – masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu, fan lain sebagainya.
Disamping konsep pendidikan kesehatan tersebut, para ahli pendidikan kesehatan juga telah mencoba membuat batasan tentang pendidikan kesehatan yang berbeda – beda, sesuai dengan konsep mereka masing – masing tentang pendidikan. Batasan – batasan yang sering dijadikan acuan antara lain dari : Nyswander, Stuart, Green, tim ahli WHO, dan sebagainya.
c. Pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan
Perbedaan pendidikan dan promosi kesehatan hanya pada penekanan saja. Apabila pendidikan kesehatan dalam mencapai perubahan perilaku masyarakat ditekan pada factor predisposisi perilaku, dengan pemberian informasi atau peningkatan pengetahuan dan sikap. Sedangkan promosi kesehatan upaya perubahan perilaku hidup sehat masyarakat, tidak hanya ditujukan kepada factor predisposisi atau peningkatan pengetahuan dan sikap saja, tetapi juga terhadap factor yang lain, yakni “enabling” ( pemungkin) dan “ reinforcing” (penguat).
Dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan. Upaya perubahan perilaku kesehatan bukan hanya ditekankan pada upaya penyuluhan atau pemberian informasi – informasi kesehatan guna meningkatkan pengetahuan dan sikap positif terhadap kesehatan saja. Promosi kesehatan juga meandang penting upaya meningkatkan factor- factor lain seperti sarana dan prasarana atau fasiltas untuk terwujudnya perilaku hidup sehat tersebut. Contoh: agar masyarakat mau mengonsumsi makanan yang bergizi, minum air bersih, buang air besar dijamban, dan sebagainya, tidak hanya cukup unuk diberi pengetahuan atau pemahaman tentang hal tersebut.
Tetapi masyarakat juga harus diberi kemampuan atau fasilitasi agar mereka mampu membeli atau menghasilkan makanan yang bergizi, mempunyai atau mudah mengakses air bersih, mampu membuat jamban keluarga, dan sebagainya.
Bergesernya pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan, tidak terlepas dari sejarah praktik dan praksis pendidikan kesehtan masyarakat di Indonesia maupun di negara – negara berkembang lainnya. Praksis pendidikan kesehatan pada umumnya terlalu menekankan perubahan perilaku masyarakat, dengan memberikan informasi atau penyuluhan kesehatan melalui berbagai media dan tekhnilogi pendidikan dengan harapan masyarakat akan berperilaku hidup sehat tersebut sangat lamban, sehingga dampaknya terhadap pendidikan kesehatan masyarakar sangat kecil. Oleh sebab itu dengan penggunaan promosi kesehatan sebagai revitalisasi pendidikan kesehatan ini akan lebih baik lagi praktik dan hasilnya.
B. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KESEHATAN
Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :
1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individual
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga.
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di institusi pelayanan kesehatan.
d. Pendidikan kesehatan di tempat – tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.
e. Pendidikan kesehatan di tempat – tempat umum.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Promosi kesehatan ( healt promotion )
Dalam tingkat ini diperlukan pendidikan kesehatan misalnya: dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan hygine perorangan.
b. Perlindunagan khusus ( spesific protection )
Dalam program ini imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindunagan khusus ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di negara – negara berkembang.
c. Diagnosis dini dan pengobatan segera ( early diagnosis and promt treatment )
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka sulit mendeteksi penyakit – penyakit yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan kadang – kadang, masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya.
d. Pembatasan cacat ( disability limitation)
Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain, mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapatmengakibatkan orng yang bersangkutan cacat mengalami ketidakmampuan.
e. Rehabilitatif ( rehabilitation )
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang – kadang orng menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang – kadang diperlukan latihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak akan segan melakukan latihan – latihan yang dianjurkan.
C. SUB BIDANG KEILMUAN PENDIDIKAN KESEHATAN
a. Komunikasi
Komunikasi (terutama komunikasi kesehatan) paralel dengan pendidikan (promosi kesehatan). Karena komunikasi merupakan kegiatan untuk mengondisikan faktor – faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negatif tentang penyakit, makanan, lingkungan dan sebagainya, mereka tidak berperilaku sesuai dengan nilai – nilai kesehatan.untuk itu diperlukan komunikasi dan informasi – informasi tentang kesehatan.
b. Dinamika kelompok
Dinamika kelompok adalah salah satu metode pendidikan kesehatan yang efektif untuk menyampaikan kesehatan kepada sasaran pendidikan. Oleh sebab itu, dinamika kelompok diperlukan juga dalam mengondisikan faktor – faktor predisposisi perilaku kesehatan, dan harus dikuasai oleh setiap petugas kesehatan.
c. Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat ( PPM )
Masyarakat harus mampu untuk mengorganisasi komunitasnya sendiri dalam komunitasnya sendiri untuk berperan serta dalam penyediaan fasilitas- fasilitas. Untuk itu para petugas kesehatan harus dibekali ilmu PPM.
d. Pengembangan kesehatan masyarakat desa ( PKMD )
PKMD pada prinsipnya adalah wadah partisipasi masyarakat dalam bidang pengembangan kesehatan. Filosofi dari PKMD adalah pelayanan kesehatan untuk mereka, dari mereka dan oleh mereka. Disamping itu PKMD adalah bentuk operasional dari Primary Health Care yang merupakan wahana untuk mencapai kesehatan internasional.
e. Pemasaran sosial ( Social Marketing )
Dalam rangka pendidikan kesehatan, pemasaran sosial diperlukan untuk intervensi dalam faktor- faktor pendukung dan pendorong dalam perubahan perilaku masyarakat.
f. Pengembangan organisasi
Agar institusi kesehatan sebagai organisasi pelayanan kesehatan dan organisasi masyarakat mampu berfungsi sebagai faktor pendukung dan pendorong perubahan perilaku perubahan masyarakat, maka perlu dinamisasi dari organisasi tersedbut. Oleh sebab itu mahasiswa sebagai calon petugas kesehatan harus menguasai ilmu pengembangan organisasi ( PO ) tersebut.
g. Pendidikan dan pelatihan ( DIKLAT )
Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidik kesehatan ( Health Educator ). Untuk itu maka petugas kesehatan harus mempunyai sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai – nilai kesehatan. Demikian pula petugas lain atau tokoh masyarakat, juga merupakan panutan perilaku dalam ( termasuk ) perilaku kesehatan. Oleh sebab itu mereka harus mempunyai sikap dan perilaku positif.
Untuk mencapai hal tersebut, petugas kesehatan dan para petugas lain harus memperoleh pendidikan dan pelatihan khusus tentang kesehatan atau pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku. Maka dari itu, mahasiswa kesehatan harus memperoleh keterampilan pendidikan dan pelatihan.
h. Pengembangan media ( teknologi pendidikan kesehatan)
Fungsi media dalam pendidikan adalah sebagai alat peraga untuk menyampaikan informasi tentang kesehatan. Oleh sebab itu mahasiswa kesehatan mahasiswa harus menguasai teknik – teknik pengembangan media.
i. Perencanaan dan evaluasi pendidikan kesehatan
Perencanaan dan evaluasi program pendidikan kesehatan mempunyai kekhususan bila dibandingkan dengan program dan evaluasi program – program kesehatan lain. Hal ini disebabkan karena tujuan program pendidikan sebagai indikator keberhasilan dari program pendidikan kesehatan adalah perubahan pengetahuan, sikap, perilaku sasaran yang memerlukan pengukuran khusus.
j. Antropologi kesehatan
Untuk melakukan pendekatan perubahan perilaku kesehatan, petugas kesehatan harus menguasai berbagai macam latar belakang budaya masyarakat yang bersangkutan.
k. Sosiologi kesehatan
Petugas kesehatan juga perlu mendalami tentang aspek – aspek sosial masyarkat dan oleh karenany mereka harus menguasai sosiologi, terutama sosiologi kesehatan.
l. Psikologi.
Psikologi merupakan dasar dari ilmu perilaku untuk memahami perilaku individu, kelompok, maupun masyarakat, maka tidak lepas dari mempelajari psikologi.
D. METODE PENDIDIKAN PERILAKU
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, masyarakat, dan kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran.
Dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan yaknik perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor- faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat – alat bantu/alat peraga. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka faktor- faktor tersebut haru bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti bahwa masukan (sasaran pendidikan ) tertentu harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan diseesuaikan. Untuk sasaran kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya.
1. Metode pendidikan Individual (perorangan).
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu :
1. Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif.
2. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
3. Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1. Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2. Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode pendidikan Kelompok
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1. Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2. Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil.
1. Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
2. Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3. Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4. Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
5. Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
6. Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber.
3. Metode Pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking) Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : ”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
E. ALAT BANTU DAN MEDIA PENDIDIKAN KESEHATAN
I. Alat Bantu ( Peraga )
1. Pengertian
Alat bantu pendidikan adalah alat – alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan pendididikan / pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga, karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran.
Alat peraga disusun berdasarkan prinsip bahwa pengatahuan yang ada pada setiap manusia itu diterimaatau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengarahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek , sehingga mempermudah penerimaan pesan.
Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda asli yang mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara, demonstrasi, field trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio, tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat kurang efektif/intensitasnya paling rendah.
a. Faedah Alat Bantu Pendidikan
1. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2. Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3. Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4. Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.
7. Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan.
8. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
9. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat sesuatu yang memang diperlukan akan menimbulkan perhatiannya, dan apa yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan pengertian baru baginya, yang merupakan pendorong untuk melakukan / memakai sesuatu yangbaru tersebut.
10. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. Didalam menerima sesuatu yang baru, manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan atau lupa. Untuk mengatasi hal tersebut” AVA ( Audio Visual Aids ) akan membantu menegakkan pengetahuan – pengetahuan yang telah diterima manusia, sehingga apa yang diterima akan lebih lama tinggal / disimpan didalam ingatan.
b. Macam – Macam Alat Bantu Pendidikan Kesehatan.
Pada garis besarnya hanya ada 2 alat bantu pendidikan atau alat peraga:
1. Alat bantu melihat ( Visual Aids ).
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera mata ( penglihatan ) pada waktu terjadinya proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk :
• Alat yang diproyeksikan, misalnya : slide, film, filmstrip, dsb.
• Alat yang tidak diproyeksikan :
Dua dimensi, gambar peta, bagan
Tiga dimensi, bola dunia, boneka. Dsb
2. Alat bantu dengar ( Audio Aids )
Adalah alat yang dapat membantu menstimulasi indera pendengaran, pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan / pengajaran, misalnya piringan hitam, radio, pira suara, dsb.
3. Alat bantu lihat – dengar
Seperti televisi, dan video kaset.
Alat peraga juga dapat dibedakan menjadi dua ( 2 ) macam menurut pembuatannya dan penggunaannya, :
Alat peraga yang complicated ( rumit ), seperti film, filmstrip, slide, yang memerlukan listrik dan proyektor
Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan – bahan setempat yang mudah diperoleh : bambu, karton, kaleng bekas, kertas koran, dsb. Beberapa contoh alat peraga yang dapat digunakan di berbagai tempat :
• Dirumah tangga seperti leaflet, model buku bergambar, dan benda –benda yang nyata.
• Dikantor dan sekolah seperti papan tulis, flipcart, poster , buku cerita, boneka
• Dimasyarakat, poste, spanduk ,leaflet, flanelgraph.
Ciri – ciri alat peraga kesehatan yang sederhana :
• Mudah dibuat
• Bahan- bahannya dapat diperoleh dari bahan – bahan lokal
• Mencerminkan kebiasaan, kehidupan , dan kepercayaan setempat
• Ditulis ( digambar dengan sederhana )
• Bahasa setempat dan mudah dimengerti oleh masyarakat setempat
• Memenuhi kebutuhan petugas kesehatan dan masyarakat.
c. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan
• Individu atau kelompok
• Kategori – kategori sasaran seperti kelompok umur, pendidikan dan pekerjaan, bahasa yang mereka gunakan
• Adat istiadat serta kebiasaan
• Minat dan perhatian
• Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima
Alat – alat peraga tersebut sedapat mungkin dapat dipergunakan oleh :
• Petugas – petugas kesehatan
• Kadar kesehatan
• Guru – guru sekolah dan tokoh masyarakat
• Pamong desa
d. Merencanakan dan Menggunakan Alat Peraga
Sebelum membuat alat peraga, kita harus merencanakan dan memilih alat peraga yang paling tepat untuk digunakan. Oleh karena itu perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Tujuan yang hendak dicapai.
a. Tujuan pendidikan :
• Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep –konsep
• Mengubah sikap dan persepsi
• Menanamkan tingkah laku dan kebiasaan yang baru
b. Tujuan penggunaan alat peraga:
• Sebagai alat bantu dalam latihan
• Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah
• Untuk mengingatkan suatu pesan atau informasi
• Untuk menjelaskan fakta- fakta, prosedur dan tindakan
2. Persiapan penggunaan alat peraga.
Sebelum menggunakan alat peraga sebaiknya petugas mencoba terlibuh dahulu alat – alat tersebut, yang masih dalam bentuk kasar sebelum diproduksi seluruhnya. Gunanya tes percobaan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana alat peraga tersebut dapat dimengerti oleh sasaran pendidikan.
Cara melakukan percobaan tersebut antara lain :
1. Merencanakan terlebih dahulu tes pendahuluan untuk suatu media yang akan diproduksi.
2. Menentukan pokok – pokok yang akan dipesankan dalam media tersebut
3. Menentukan gambar – gambar pokok atau simbol – simbol yang disesuaikan dengan ciri – ciri sasaran.
4. Memperlihatkan alat peraga/ media tersebut kepada sasaran tercoba
5. Menanyakan kepada sasaran tercoba :
a. Apakah mereka mengalami kesukaran dalam memahami pesan – pesan, kata- kata dan gambar – gambar dalam media tersebut
b. Menanyakan hal – hal yang tidak dimengerti
c. Mencatat komentar dari sasaran tercoba
d. Melakukan perbaikan alat peraga tersebut
e. Mendiskusikan alat yang dibuat tersebut dengan orang lain atau para ahli
3. Cara menggunakan alat peraga :
Cara menggunakan alat peraga sangat tergantung pada alatnya. Disamping itu juga dipertimbangkan faktor sasaran pendidikannya. Untuk masyarakat yang buta huruf akan lain dengan masyarakat yang telah berpendidikan, dan yang lebih penting alat yang digunakan harus menarik sehingga menibulkan minat para peserta. Pada waktu menggunakan AVA hendaknya memperhatikan hal berikut :
a. Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati
b. Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan itu adalah penting
c. Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar agar mereka tidak kehilangan kontrol dari pihak pendidik
d. Nada suara hendaknya ditukar – tukar agar pendengar tidak bosan
e. Ikutsertakan para pesertanya atau pendengar, berikan kesempatan untuk memegang dan mencoba alat tersebut.
f. Jika perlu berilah selingan humor.
II. Media Pendidikan Kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio visual aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan (bill board)
1. Media Cetak
a. Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
b. Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
c. Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
d. Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
e. Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
f. Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
g. Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2. Media Elektronik
a. Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.
b. Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
c. Video Compact Disc (VCD).Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
d. Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
3. Media Papan (Bill Board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).
F. PERILAKU KESEHATAN
1. Konsep Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respons). Ia membagi respons menjadi 2 :
a. Respondent respons/reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya : makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menimbulkan mata tertutup, dll. Respondent respons (respondent behavior) ini mencakup juga emosi respons atau emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan. Misalnya menangis karena sedih/sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dll.
b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Contoh : Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain, responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
2. Perilaku Kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespons, baik pasif (mengetahui, mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya maupun di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit, misalnya : perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur dengan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi,dll. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.
b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan tradisional maupun modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguanaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi, pengelolaan makanan, dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan air kotor, dengan limbah, dengan rumah yang sehat, dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health behavior) sebagai berikut :
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasakan sakit, untuk merasakan merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakuakan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
3. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons berbentuk 2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misal tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya ; seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah suatu penyakit tertentu, meski ia tak membawa anaknya ke puskesmas, seseorang yang menganjurkan orang lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di atas ibu itu telah tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap positif mendukung KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert behavior).
b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut KB dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ”overt behavior”.
4. Domain Perilaku Kesehatan
a. Menurut Bloom
1. Perilku kognitif (kesadaran, pengetahuan)
2. Afektif (emosi )
3. Psikomotor (gerakan, tindakan)
b. Menurut Ki Hajar Dewantara.
a. Cipta (peri akal)
b. Rasa (peri rasa)
c. Karsa (peri tindak)
c. Ahli-ahli lain
a. Knowledge (pengetahuan), yaitu hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan (rasa, lihat, dengar, raba, bau) terhadap suatu obyek tertentu.
b. Attitude (sikap), yaitu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Ahli lain menyatakan kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak.
c. Practice (tindakan/praktik). Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari fihak lain, misal suami atau istri, orang tua atau mertua, sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana.
d. Metode pendidikan untuk mengubah masing-masing domain perilaku
Merubah Pengetahuan Merubah Sikap Merubah Praktik
Ceramah Diskusi Kelompok Latihan sendiri
Kuliah Tanya Jawab Bengkel kerja
Presentasi Role Playing Demonstrasi
Wisata Karya Pemutaran film Eksperimen
Curah pendapat Video
Seminar Tape Recorder
Studi kasus Simulasi
Tugas baca
Simposium
Panel
Konferensi
5. Tiga Faktor Pokok Yang Melatarbelakangi/Mempengaruhi Perilaku :
Faktor Predisposing, berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dll.
a. Faktor Enabling/pemungkin, berupa ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, peraturan-peraturan.
b. Faktor Reinforcing/mendorong/memperkuat, berupa tokoh agama, tokoh masyarakat.
PERUBAHAN PERILAKU DAN PROSES BELAJAR
1. Teori Stimulus dan Transformasi
Teori stimulus - respon kurang memperhitungkan faktor internal, dan transformasi yang telah memperhitungkan faktor internal. Teori stimulus respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi menyatakan bahwa apa yang terjadi pada diri subjek belajar adalah merupakan rahasia atau biasa dilihat sebagai kotak hitam ( black box). Belajar adalah mengambil tanggapan - tanggapan dan menghubungkan tanggapan - tanggapan dengan mengulang - ulang. Makin banyak diberi stimulus, makin memperkaya tanggapan pada subyek belajar.
Teori transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif, menyatakan bahwa belajar adalah merupakan proses yang bersifat internal di mana setiap proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran. Faktor eksternal itu misalnya persentuhan, repetisi/pengulangan, penguat. Faktor internal misalnya fakta, informasi, ketrampilan, intelektual, strategi.
2. Teori-teori belajar sosial (social learning)
a. Teori belajar sosial dan tiruan dari Millers dan Dollard
Ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan;
1. Tingkah laku sama (same behavior).
Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama.
2. Tingkah laku tergantung (macthed dependent behavior).
Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa coklat (ganjaran). Adiknya juga mengikuti. Adiknya yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meski kakaknya tak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
3. Tingkah laku salinan (copying behavior) Perbedaannya dengan tingkah laku bergantung adalah dalam tingkah laku bergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa lalu dan masa yang akan datang. Tingkah laku model dalam kurun waktu relatif panjang ini akan dijadikan patokan si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga lebih mendekati tigkah laku model.
b. Teori belajar sosial dari Bandura dan Walter
1. Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
2. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition), dimana tingkah laku yang tidak sesuai dengan model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
3. Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah laku-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
G. PERAN PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM KESEHATAN MASYARAKAT
Kesehatan merupakan hasil interksi berbagai faktor, baik faktktot internal maupun eksternal. Faktor eksternal terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor, antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar, faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi 4 ( Blum, 1974 ). Berdasarkan urutan besarnya pengaruh terhadap kesehatan teresebut adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, lingkungan, dsb.
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan
4. Hereditas ( keturunan )
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat hendaknya dialamatkan kepada 4 faktor tersebut. Dengan kata lain, intervensi atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4, yakni intervensi terhadap lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas.
Intervensi terhadap lingkungan fisik adalah dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, ekonomi, dalam bentuk program – program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi masyarakat, penstabilan politik dan keamanan. Intervensi terhadap faktor pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan dan atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen pelayanan kesehatan. Sedangkan intervensi terhadap faktor hereditas antara lain, dengan perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi ibu hamil. Dengan gizi yang baik, ibu hamil akan menghasilkan anak yang sehat dan cerdas. Sebaliknya ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan anak dengan berat badan yang kurang, sakit – sakitan dan bodoh. Disamping itu pendidikan kesehatan bagi kelompok yang mempunyai faktor resiko menurunkan penyakit tertentu.
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku. Namun demikian, ketiga faktor lain ( lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas ) juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan. Secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Peran pendidikan dalam faktor lingkungan.
Perilaku masyarakat yang tidak mengoptimalkan sanitasi dan fasilitas lainnya, baik berupa fisik maupun non fisik.
2. Peran pendidikan kesehatan dalam perilaku
Pendidikan kesehatan ialah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana mencegah atau menghindari hal – hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit.
Kesadaran masyarakat tentang kesehatan disebut “Melek Kesehatan “ ( Helath Literacy ). Pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya mencapai melek kesehatan pada masyarakat saja, namun yang lebih penting ialah mencapai perilaku kesehatan ( Healthy Behaviour ). Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari ( Knowledge ) dan disikapi ( Attitude ) ,melainkan harus dikerjakan atau dilaksanakan dalam kehidupan sehari – hari ( Practice ). Hal ini berarti bahwa tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat bagi diri sendiri dan bagi masyarakat, atau masyarakat dapat berperilaku hidup sehat ( Healthy Life Style).
3. Peran pendidikan kesehatan dalam pelayanan kesehatan.
Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah indonesia dalam hal ini departemen kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan masyarakat ( Puskesmas ). Tidak kurang dari 7000 puskesmas tersebar di seluruh indonesia. Namun pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal.
4. Peran pendidikan kesehatan dalam faktor hereditas.
Orang tua khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan kepada anak –anak mereka. Orang tua yang sehat dan gizinya baik akan mewariskan kesehatan yang baik pula kepada anaknya, sebaliknya kesehatan orang tua, khususnya kesehatan ibu yang rendah dan kurang gizi, akan mewariskan kesehatan yang rendah pula kepada anaknya. Rendahnya kesehatan orang tua terutama ibu, bukan hanya karena sosial ekonominya rendah, tetapi sering juga disebabkan karena orang tua, atau ibu tidak mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatannya, atau tidak tahu makanan yang bergizi yang harus dimakan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan diperlukan pada kelompokk , agar masyarakat dan orang tua dapat menyadari dan melakukan hal – hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik kepada keturunan mereka.
Disamping itu, banyak penyakit yang dapat diturunkan kepada anak oleh orang tua, baik itu ayah maupun ibu. Bagi kelompok masyarakat yang berisiko menderita penyakit turunan ( asma, rematik, jantung koroner ) harus diberikan pengertian sehubungan dengan penyakti- penyakit tersebut agar lebih berhati – hati dan mengurangi akibat serius dari penyakit tersebut.
Apabila kita cermati peran kesehatan dalam 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan tersebut, maka sebenarnya masing – masing faktor tersebut terkati dengan perilaku manusia, yakni perilaku masyarakat dalam menyikapi dan mengelola lingkungannya. Perilaku masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, perilaku masyarakat dan petugas kesehatan dalam menyikapi dan mengelola fasilitas atau pelayanan kesehata, kesadaran, praktik hidup sehat dalam mewariskan status kesehatan kepada anak atau keturunannya.
Untuk mengondisikan faktor- faktor tersebut diperlukan pendidikan kesehatan. Itulah sebabnya maka pendidikan kesehatan tidak terlepas dari perilaku. Pendidikan kesehatan selalu terikat dengan perilaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat sangat diperlukan pendidikan kesehatan. Pendidikan masyarakat akan diberikan atau di informasikan oleh tenaga kesehatan . Oleh sebab itu seluruh tenaga kesehatan hendaknya dapat melakukan kegiatan tersebut, seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat,memberikan bimbingan atau pelatihan kepada kader – kader di dalam ruang lingkup masyarakat. Dengan adanya pendidikan kesehatan dalam masyarakat hendaknya akan mempengaruhi atau merubah sikap dan perilaku masyarakat tersebut yaitu (PHBS).
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu pemakalah mohon saran agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah dan pembaca.
Sabtu, 24 Agustus 2013
Rabu, 21 Agustus 2013
PENGEMBANGAN WAHANA/ FORUM PSM (PERAN SERTA MASYARAKAT)
A. Posyandu
1. Pengertian
a. Posyandu adalah suatu forum komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari keluarga berencana dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang mempunyai nilai strategi untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini.
( Eny Retna, 2009, Asuhan Kebidanan Komunitas).
b. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang di kelolah dan diselanggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan.( Sriati Rismintari, 2009, Asuhan Kebidanan Komunitas ).
c. Posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat ( Rita Yulifah, 2010, Asuhan Kebidanan Komunitas).
2. Tujuan Posyandu
a. Menurunkan angka kematian ibu dan anak
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR
c. Mempercepat penerimaan NKKBS
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan menunjang peningkatan hidup sehat
e. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga tercapai peningkatan cakupan palayanan.
f. Meningkatkan dan membina peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk usaha kesehatan masyarakat.
3. Sasaran
a. Bayi < 1 tahun
b. Anak balita 1 – 5 tahun
c. Ibu hamil, ibu menyusui dan ibu nifas
d. WUS ( Wanita Usia Subur )
4. kegiatan posyandu
a. Kesehatan Ibu dan Anak KIA
b. Keluarga Berencana KB
c. Imunisasi
d. Peningkatan Gizi
e. Penanggulangan Diare
f. Sanitas Dasar
g. Penyediaan Obat Essensial
h. Pembentukan Posyandu
5. Pembentukan posyandu
a. Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti pos penimbangan balita, pos imunisasi, pos keluarga berencana, pos kesehatan, pos lainnya yang berbentuk baru.
b. Persyaratan posyandu
1) Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita
2) Terdiri dari 120 kepala keluarga
3) Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa )
4) Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam 1 kelompok tidak terlalu jauh.
c. Alasan pendirian posyandu
1) Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan sekaligus dengan pelayanan KB.
2) Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat sehingga menimbulkan rasa memiliki masayarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana.
6. Penyelenggara posyandu
a. Pelaksana kegiatan adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat di bawah bimbingan puskesmas.
b. Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut.
7. Lokasi posyandu
a. Berada ditempat yang mudah didatangi masyarakat.
b. Ditentukan oleh msyarakat itu sendiri.
c. Dapat merupakan lokal tersendiri
d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau poslainnya.
8. Pelayanan posyandu
a. Pelayanan kesehatan yang dijalankan
1) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
2) Penimbangan bulanan
3) PMT yang berat badannya kurang
4) Imunisasi bayi 3 – 14 bulan
5) Pemberian oralit yang menanggulangi diare
6) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
b. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur
1) Pemeriksaan kesehatan umum
2) Pemeriksaan kehamilan dan nifas
3) Pelayanan peniongkaatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
4) Imunisasi TT unyk ibu hamil
5) Penyuluhan kesehatan dan KB
6) Pemberian alat kontrasepsi KB
7) Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
8) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
9) Pertolongan pertama pada kecelakaan
9. Sistem Informasi Di Posyandu ( Sistem Lima Meja )
a. Meja I adalah layanan pendaftaran
b. Meja II adalah layanan penimbangan
c. Meja III adalah tempat kader melakukan pencatatan pada buku KIA setelah ibu dan balita mendaftar dan di timbang
d. Meja IV adalah tempat diketahuinya BB anak yang naik atau yang turun, bumil dengan resiko tinggi, PUS yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan, Vit. A dll.
e. meja V adalah tempat pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita yang datang di posyandu
10. Prinsip dasar posyandu
a. Posyandu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara pelayanan profesional dan non profesional
b. Adanya kerja sama lintas program yang baik
c. Kelembagaan masyarakat (pos, desa, kelompok timbang, pos imunisasi, pos kesehatan,dll)
d. Mempunyai sasaran penduduk yang sama ( bayi 0-1 tahun, anak 1-5 tahun, ibu hamil, PUS )
e. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan PKMD/PHC.
11. Kategori posyandu
a. Posyandu pratama(warna merah) dengan kriteria posyandu yang belum mantap, kegiatannya belum rutin tiap bulan, kader aktifnya terbatas.
b. Posyandu madya (warna kuning) dengan kriteria kegiatannya >8x/tahun, kader > 5 orang, cakupan program utama (KB, KIA, Gizi, Imunisasi) rendah yaitu 50 %, kelestarian posyandu baik
c. Posyandu purnama (warna hijau)
d. Poyandu mandiri (warna biru).
B. Polindes
1. Pengertian
Polindes merupakan salah satu bentuk UKBM ( Usaha Kesehatan Bagi Masyarakat ) yang didirkan masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah, sebagai kelengkapan dari pembangunan masyarakat desa, untuk memberikan pelayanan KIA – KB serta pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kemampuan Bidan.
2. Tujuan
a. meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA – KB termasuk pertolongan dan penanganan pada kasus gagal.
b. Meningkatkan pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan
c. Meningkatkan kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan bagi ibu dan keluarganya
d. Meningkatkan pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kesenangan bidan
3. Fungsi
a. Sebagai tempat pelayanan KIA – KB dan pelayanan kesehatan lainnya
b. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling KIA
c. Pusat kegiatan pemberdayan masyarakat
4. Indikator Polindes
a. Fisik
Bangunan polindes tampak bersih, tedak ada sampah berserakan, lingkungan yang sehat, polindes jauh dari kandang ternak, mempunyai ruangan yang cukup untuk pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA, mempunyai ruangan untuk pertolongan persalinan, tempat yang bersih dengan aliran udara/ventilasi yang baik dan terjamin, mempunyai perabotan dan alat-alat yang memadai untuk pelaksaan pelayanan.
b. Tempat tinggal bidan di desa
Keberadaan bidan secara terus menerus/menetap menentukan efektivitas pelayanan, termasuk efektifitas polindes, jarak tempat tinggal bidan yang menetap di desa dengan polindes akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan di polindes, bidan yang tidak tinggal di desa dianggap tidak mungkin melaksanakan pelayanan pertolongan persalinan di desa.
c. Pengelolahan polindes
Pengelolahan polindes yang baik akan menentukan kualitas pelayanan sekaligus pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat. Criteria pengelolaan polindes yang baik adalah keterlibatan masyarakat melalui wadah kemudian dalam menuntukan tariff pelayanan maka tariff yang ditetapkan secara bersama, diharapkan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memnfaatkan polindes sehingga dapat meningkatkan cakupan dan sekaligus dapat memuaskan semua pihak.
d. Cakupan persalinan
Pemanfaatan pertolongan persalinan merupakan salah satu mata rantai upaya penigkatan keamanan persalinan, tinggi rendahnya cakupan persalinan dipengaruhi banyak factor, diantaranya ketersediaan sumber dana kesehatan termasuk di dalamnya keberadaan polindes beserta tenaga profesionalnya yaitu bidan di desa, dihitung secara komulatif selama setahun, meningkatkan cakupan persalinan yang ditolong di polindes selain berpengaruh terhadap kualitas pelayanan ibu hamil sekaligus mencerminkan kemampuan bidan itu sendiri baik di dalam kemampuan teknis medis maupun di dalam menjalin hubungan dengan masyarakat.
e. Sarana air bersih
Polindes dianggap baik apabila telah tersedia air bersih yang dilengkapi dengan MCK, tersedia sumber air PDAM dan dilengkapi pula dengan SPAL.
f. Kemitraan bidan dan dukun bayi
Merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di polindes, dihitung secara komulatif selama setahun.
g. Dana sehat
Sebagai wahana memandirikan masyarakat untuk hidup sehat yang pada gilirannya diharapkan akan mampu melestarikan berbagai jenis upaya kesehatan bersumber daya masyarakat setempat untuk itu perlu dikembangkan ke seluruh wilayah/kelompok sehingga semua penduduk terliput dana sehat.
h. Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran
KIE merupakan salah satu teknologi peningkatan PSM yang bertujuan untuk mendorong masyarakat agar mau dan mampu memelihara serta melaksanakan hidup sehat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, melalui jalinan komunikasi, informasi dan edukasi yang bersifat praktis dengan keberadaan polindes berserta bidan di tengah-tengah masyarakat diharapkan akan terjalin interaksi antara bidan dan masyarakat. Interaksi dengan intensitas dan frekuensi yang cukup tinggi akan dapat mengatasi kesenjangan informasi kesehatan. Semakin sering bidan menjalankan KIE akan semakin mendorong masyarakat untukmenigkatkan kualitas hidup sehatnya termasuk di dlalam menigkatkan kemampuan dukun bayi sebagai mitra kerja di dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil. KIE untuk kelompok sasaran seharusnya dilakukan minimal sekali setiap bulannya dihitung secara komulatif.
5. Kegiatan – Kegiatan Polindes
a. Memeriksa bumil dan komplikasinya
b. Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang
c. Memberikan pelayanan kesehatan bufas dan ibu menyusui
d. Memberikan pelayan kesehatan neonatal, bayi, balita, anak pra sekolah dan imunisasi dasar pada bayi
e. Memberikan pelayanan KB
f. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi baik ibu maupun bayinya
g. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader
h. Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu
i. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader
j. Memberi penyuluhan kesehatan tentang gizi bumildan anak serta peningkatan penggunaan ASI dan KB
k. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas setempat.
6. Prinsip-prinsip polindes
a. Merupakan bentuk UKBM dibidang KIA-KB
b. Polindes dapat dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal didesa
c. Memiliki tingkat peran serta masyarakat yang tinggi, berupa penyediaan tempat untuk pelayanan KIA, khususnya pertolongan persalinan, pengelolaan polindes, penggeraka sasaran dan dukungan terhadap pelaksana tugas bidan di desa.
d. Dalam pembangunan fisik polindes dapat berupa ruang/kamar yang memenuhi persyaratan sehat, dilengkapi sarana air bersih, maupun peralatan minimal yang dibutuhkan.
e. Kesepakatan dengan masyarakat dalam hal tanggung jawab penyediaan dan pengelolaan tempat, dukungan operasional dan tarif pelayanan kesehatan di polindes.
f. Menjalin kemitraan degan dukun bayi
g. Adanya polindes tidak berarti bidan hanya memberi pelayanan di dalam gedung
7. Unsur-unsur polindesa
a. adanya bidan di desa
b. Bangunan atau ruang untuk pelayanan KIA-KB dan pengobatan sederhana
c. adanya partisipasi masyarakat
8. kebijakan penempatan bidan di desa
membantu penurunan AKI/AKB akibat komplikasi oobstetri, khususnya AKP/AKN, dengan mengatasi berbagai kesenjangan : kesenjangan geografis (mendekatkan pelayanan KIA-KB kesenjangan informasi, kesenjangan sosial budaya, kesenjangan ekonomi).
9. Yang Harus Dilakukan oleh Bidan
a. Membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarkat, dukun bayi.
b. Meningkatkan profesionalisme
c. Memobilisasi pendanaan masyarakat dalam bentuk tabulin
d. Mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan.
C. KB / KIA
1. Pengertian KB –KIA
adalah kegiatan kelompok belajar kesehatan ibu dan anak yang anggotanya meliputi ibu hamil dan menyusui.
2. Tujuan
a. Tujuan umum
Agar ibu hamil dan menyusui tahu cara yang baik untuk menjaga kesehatan sendiri dan anaknya, tahu pentingnya pemeriksaan ke puskesmas dan posyandu atau tenaga desehatan lain pada masa hamil dan menyusui serta adanya keinginan untuk ikut menggunakan kontrasepsi yang efektif dan tepat.
b. Tujuan khusus
Memberi pengetahuan kepada ibu tentang hygiene perorangan pentingnya menjaga kesehatan, kesehatan ibu untuk kepentingan janin, jalanya proses persalinan, persiapan menyusui dan KB.
3. Materi kegiatan
a. Pemeliharaan diri waktu hamil
b. Makanan ibu dan bayi
c. Pencegahan infeksi dengan imunisasi
d. Keluarga berencana
e. Perawatan payudara dan hygiene perorangan
f. Rencana persalinan
g. Tanda-tanda persalinan
4. Kegiatan yang dilakuan
a. Pakaian dan perawatan bayi
b. Contoh makanan sehat untuk ibu hamil dan menyusui
c. Makanan bayi
d. Perawatan payudara sebelumdan setelah persalinan
e. Peralatan yang diperlukan ibu hamil dan menyusuiCara memandikan bayi
f. Demontrasi tentang alat kontrasepsi dan cara penggunaanya
g. Faktor penentu keberhasilan
5. Faktor manusia
a. Faktor sarana [tempat]
b. Faktor prasarana [fasilitas]
6. Pelaksana
a. Pelaksana utama meliputi dokter puskesmas, pengelola KIA, kader, Bidan
b. Pelaksana pendukung meliputi Camat, kades, pengurus LKMD, tokoh masyarakat
c. Pelaksana pembina meliputi sub dan KIA propinsi tim pengelola KIA kabupaten.
D. Dasa Wisma
Dasawisma adalah kelompok ibu berasal dari 10 rumah yang bertetangga. Kegiatannya diarahkan pada peningkatan kesehatan keluarga. Bentuk kegiatannya seperti arisan, pembuatan jamban, sumur, kembangkan dana sehat ( PMT, pengobatan ringan, membangun sarana sampah dan kotoran ).
Dasawisma atau kelompok persepuluh merupakan salah satu pembinaan wahana peran serta masyarakat dibidang kesehatan secara swadaya di tingkat keluarga. Salah satu dari anggota keluarga pada kelompok persepuluh dipilih untuk dijadikan ketua kelompok atau penghubung/Pembina. Bidan desa dijadikan sebagai Pembina yang bertugas melakukan pembinaan secara berkala dan menerima rujukan masalah kesehatan.
E. Tabulin
1. Pengertian
Tabulin adalah tabungan social yang dilakukan oleh calon pengantin, ibu hamil dan ibu yang akan hamil maupun oleh masyarakat untuk biaya pemeriksaankehamilan dan persalinan serta pemeliharaan kesehatan selama nifas. Penyetoran tabulin dilakukan sekali untuk satu masa kehamilan dan persalinan ke dalam rekening tabulin.
Tidak semua ibu hamil dapat melahirkan dengan normal. Ibu hamil harus selalu mewaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi pada saat kehamilan dan melahirkan. Keluarga ibu hamil perlu menyisihkan sebagian dari pendapatan untuk pembiayaan selama kehamilan dan kelahiran, salah satu cara adalah dengan adanya tabungan ibu bersalin ( tabulin ). Para ibu hamil diberi kotak tabungan yang dikunci dan disimpan oleh bidan. Tujuan dari Tabulin adalah supaya ibu hamil rajin menabung dan disiplin memeriksakan diri kebidan. Pada saat ibu hamil periksa kandungan,kotak tabungan dapat dibukan dan dihitung jumlahnya kemudian dicatat di dalam buku sesuai dengan jumlah uang yang di simpan.
2. Tujuan
a. Meningkatkan pemahaman, pengetahuan, pengelola dan masyarakat tentang tabulin
b. Meningkatkan kemampuan para pengelola dan masyarakat dalam mengenali masalahpotensi yang ada dan menemukan alternative pemecahan masalah yang berkaitan dengan ibu hamil dan nifas
c. Meningkatkan kesadaran, kepedulian pengelola dan masyarakat dalam menggerakkan ibu hamil untuk ANC, persalinan dengan tenaga kesehatan, PNC, serta penghimpunan dana masyarakat untuk ibu hamil, bersalin, dan ambulan desa.
F. Donor Darah Berjalan
1. Pengertian
a. Donor darah berjalan merupakan salah satu strategi yang dilakuakan Departemen Kesehatan dalam hal ini derektorat Bina Kesehatan ibu. Melalui program pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat, dalam upaya mempercepat penurunan AKI.
b. Donor darah berjalan adalah para donor aktif yang kapan saja bias dipanggil. Termasuk kerja mobil dan swasta terkait sediaan darah lewat program yang mereka buat (Eny Retna, 2009, Asuhan Kebidanan Komunitas ).
2. Tujuan
a. Membantu menurunkan risiko terkena serangan jantung
b. Sebagai pemeriksaan kesehatan secara teratur
c. Mengurangi kemungkinan terjadinya penyumbatan pembuluh darah.
3. Tahapan Donor darah
a. Fasilitasi warga untuk menyepakati pentingnya mengetahui golongan darah
b. Jika warga belum mengetahui golongan darahnya, maka perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah bagi seluruh warga yang memenuhi syarat untuk menjadi donor darah
c. Hubungi pihak Puskesmas untuk untuk menyelenggarakan pemeriksaan darah
d. Membuat daftar golongan darah ibu hamil dan perkiraan waktu lahir, kumpulkan nama warga yang mempunyai golongan darah yang sama dengan ibu hamil
e. Usahakan semua ibu hamil memiliki daftar calon donor darah yang sesuai dengan golongan darahnya
f. Membuat kesepakatan dengan para calon donor darah untuk selalu siap 24 jam, sewaktu – waktu ibu hamil memerlukan transfusi
g. Membuat kesepakatan dengan Unit Transfusi Darah, agar para warga yang telah bersedia menjadi pendonor darah diprioritaskan untuk diambil darahnya, terutama transfusi bagi ibu bersalin yang membutuhkannya
h. Kader berperan memotivasi serta mencari sukarelawan apabila ada salah seorang warganya yang membutuhkan darah.
G. Ambulan Desa
1. Pengertian
a. Ambulan desa adalah salah satu bentuk semangat gotong royong dan saling peduli sesama warga desa dalam sistem rujukan dari desa ke unit rujukan kesehatan yang berbentuk alat transportasi.
b. Ambulan desa adalah suatu alat transportasi yang dapat di gunakan untuk menghatarkan warga yang membutuhkan pertolongan dan perawatan di tempat pelayanan kesehatan. (Eny Retna, 2009, Asuhan Kebidanan Komunitas ).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mempercepat penurunan AKI karena hamil, nifas dan melahirkan
b. Tujuan Khusus
Mempercepat pelayanan kegawat daruratan masalah kesehatan, bencana serta kesiapsiagaan mengatasi masalah kesehatan terjadi atau mungkin terjadi.
3. Sasaran
Pihak – pihak yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga yang dapat menciptakan iklim yang kondusif terhadap perubahan perilaku tersebut. Semua individu dan keluarga yang tanggap dan peduli terhadap permaslahan kesehatan dalam hal ini kesiapsiagaan memenuhi sarana transportasi sebagai ambulan desa.
4. Kriteria
a. Kendaraan yang bermesin yang sesuai standar ( mobil sehat ).
b. Mobil pribadi, perusahaan, pemerintah pengusaha.
c. ONLINE
5. Indikator Proses Pembentukan Ambulan Desa
a. Ada forum kesehatan desa yang aktif
b. Gerakan bersama atau gotong royong oleh masyarakat dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah kesehatan. Bencana serta kegawat daruratan kesehatan dengan pengendalian faktor resikonya.
c. Pengamatan dan pemantauan masalah kesehatan.
d. Penurunan kasus masalah kesehatan, bencana atau kegawat daruratan kesehatan
Referensi
Ambarwati, Eny, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Mutia Medika.
Runjati, M.Mid. 2010. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/06/pengembangan-wahana-forum-psm-peran.html#ixzz2NP7yrleJ.
1. Pengertian
a. Posyandu adalah suatu forum komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari keluarga berencana dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang mempunyai nilai strategi untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini.
( Eny Retna, 2009, Asuhan Kebidanan Komunitas).
b. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang di kelolah dan diselanggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan.( Sriati Rismintari, 2009, Asuhan Kebidanan Komunitas ).
c. Posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat ( Rita Yulifah, 2010, Asuhan Kebidanan Komunitas).
2. Tujuan Posyandu
a. Menurunkan angka kematian ibu dan anak
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR
c. Mempercepat penerimaan NKKBS
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan menunjang peningkatan hidup sehat
e. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga tercapai peningkatan cakupan palayanan.
f. Meningkatkan dan membina peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk usaha kesehatan masyarakat.
3. Sasaran
a. Bayi < 1 tahun
b. Anak balita 1 – 5 tahun
c. Ibu hamil, ibu menyusui dan ibu nifas
d. WUS ( Wanita Usia Subur )
4. kegiatan posyandu
a. Kesehatan Ibu dan Anak KIA
b. Keluarga Berencana KB
c. Imunisasi
d. Peningkatan Gizi
e. Penanggulangan Diare
f. Sanitas Dasar
g. Penyediaan Obat Essensial
h. Pembentukan Posyandu
5. Pembentukan posyandu
a. Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti pos penimbangan balita, pos imunisasi, pos keluarga berencana, pos kesehatan, pos lainnya yang berbentuk baru.
b. Persyaratan posyandu
1) Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita
2) Terdiri dari 120 kepala keluarga
3) Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa )
4) Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam 1 kelompok tidak terlalu jauh.
c. Alasan pendirian posyandu
1) Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan sekaligus dengan pelayanan KB.
2) Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat sehingga menimbulkan rasa memiliki masayarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana.
6. Penyelenggara posyandu
a. Pelaksana kegiatan adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat di bawah bimbingan puskesmas.
b. Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut.
7. Lokasi posyandu
a. Berada ditempat yang mudah didatangi masyarakat.
b. Ditentukan oleh msyarakat itu sendiri.
c. Dapat merupakan lokal tersendiri
d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau poslainnya.
8. Pelayanan posyandu
a. Pelayanan kesehatan yang dijalankan
1) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
2) Penimbangan bulanan
3) PMT yang berat badannya kurang
4) Imunisasi bayi 3 – 14 bulan
5) Pemberian oralit yang menanggulangi diare
6) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
b. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur
1) Pemeriksaan kesehatan umum
2) Pemeriksaan kehamilan dan nifas
3) Pelayanan peniongkaatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
4) Imunisasi TT unyk ibu hamil
5) Penyuluhan kesehatan dan KB
6) Pemberian alat kontrasepsi KB
7) Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
8) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
9) Pertolongan pertama pada kecelakaan
9. Sistem Informasi Di Posyandu ( Sistem Lima Meja )
a. Meja I adalah layanan pendaftaran
b. Meja II adalah layanan penimbangan
c. Meja III adalah tempat kader melakukan pencatatan pada buku KIA setelah ibu dan balita mendaftar dan di timbang
d. Meja IV adalah tempat diketahuinya BB anak yang naik atau yang turun, bumil dengan resiko tinggi, PUS yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan, Vit. A dll.
e. meja V adalah tempat pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita yang datang di posyandu
10. Prinsip dasar posyandu
a. Posyandu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara pelayanan profesional dan non profesional
b. Adanya kerja sama lintas program yang baik
c. Kelembagaan masyarakat (pos, desa, kelompok timbang, pos imunisasi, pos kesehatan,dll)
d. Mempunyai sasaran penduduk yang sama ( bayi 0-1 tahun, anak 1-5 tahun, ibu hamil, PUS )
e. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan PKMD/PHC.
11. Kategori posyandu
a. Posyandu pratama(warna merah) dengan kriteria posyandu yang belum mantap, kegiatannya belum rutin tiap bulan, kader aktifnya terbatas.
b. Posyandu madya (warna kuning) dengan kriteria kegiatannya >8x/tahun, kader > 5 orang, cakupan program utama (KB, KIA, Gizi, Imunisasi) rendah yaitu 50 %, kelestarian posyandu baik
c. Posyandu purnama (warna hijau)
d. Poyandu mandiri (warna biru).
B. Polindes
1. Pengertian
Polindes merupakan salah satu bentuk UKBM ( Usaha Kesehatan Bagi Masyarakat ) yang didirkan masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah, sebagai kelengkapan dari pembangunan masyarakat desa, untuk memberikan pelayanan KIA – KB serta pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kemampuan Bidan.
2. Tujuan
a. meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA – KB termasuk pertolongan dan penanganan pada kasus gagal.
b. Meningkatkan pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan
c. Meningkatkan kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan bagi ibu dan keluarganya
d. Meningkatkan pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kesenangan bidan
3. Fungsi
a. Sebagai tempat pelayanan KIA – KB dan pelayanan kesehatan lainnya
b. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling KIA
c. Pusat kegiatan pemberdayan masyarakat
4. Indikator Polindes
a. Fisik
Bangunan polindes tampak bersih, tedak ada sampah berserakan, lingkungan yang sehat, polindes jauh dari kandang ternak, mempunyai ruangan yang cukup untuk pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA, mempunyai ruangan untuk pertolongan persalinan, tempat yang bersih dengan aliran udara/ventilasi yang baik dan terjamin, mempunyai perabotan dan alat-alat yang memadai untuk pelaksaan pelayanan.
b. Tempat tinggal bidan di desa
Keberadaan bidan secara terus menerus/menetap menentukan efektivitas pelayanan, termasuk efektifitas polindes, jarak tempat tinggal bidan yang menetap di desa dengan polindes akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan di polindes, bidan yang tidak tinggal di desa dianggap tidak mungkin melaksanakan pelayanan pertolongan persalinan di desa.
c. Pengelolahan polindes
Pengelolahan polindes yang baik akan menentukan kualitas pelayanan sekaligus pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat. Criteria pengelolaan polindes yang baik adalah keterlibatan masyarakat melalui wadah kemudian dalam menuntukan tariff pelayanan maka tariff yang ditetapkan secara bersama, diharapkan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memnfaatkan polindes sehingga dapat meningkatkan cakupan dan sekaligus dapat memuaskan semua pihak.
d. Cakupan persalinan
Pemanfaatan pertolongan persalinan merupakan salah satu mata rantai upaya penigkatan keamanan persalinan, tinggi rendahnya cakupan persalinan dipengaruhi banyak factor, diantaranya ketersediaan sumber dana kesehatan termasuk di dalamnya keberadaan polindes beserta tenaga profesionalnya yaitu bidan di desa, dihitung secara komulatif selama setahun, meningkatkan cakupan persalinan yang ditolong di polindes selain berpengaruh terhadap kualitas pelayanan ibu hamil sekaligus mencerminkan kemampuan bidan itu sendiri baik di dalam kemampuan teknis medis maupun di dalam menjalin hubungan dengan masyarakat.
e. Sarana air bersih
Polindes dianggap baik apabila telah tersedia air bersih yang dilengkapi dengan MCK, tersedia sumber air PDAM dan dilengkapi pula dengan SPAL.
f. Kemitraan bidan dan dukun bayi
Merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di polindes, dihitung secara komulatif selama setahun.
g. Dana sehat
Sebagai wahana memandirikan masyarakat untuk hidup sehat yang pada gilirannya diharapkan akan mampu melestarikan berbagai jenis upaya kesehatan bersumber daya masyarakat setempat untuk itu perlu dikembangkan ke seluruh wilayah/kelompok sehingga semua penduduk terliput dana sehat.
h. Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran
KIE merupakan salah satu teknologi peningkatan PSM yang bertujuan untuk mendorong masyarakat agar mau dan mampu memelihara serta melaksanakan hidup sehat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, melalui jalinan komunikasi, informasi dan edukasi yang bersifat praktis dengan keberadaan polindes berserta bidan di tengah-tengah masyarakat diharapkan akan terjalin interaksi antara bidan dan masyarakat. Interaksi dengan intensitas dan frekuensi yang cukup tinggi akan dapat mengatasi kesenjangan informasi kesehatan. Semakin sering bidan menjalankan KIE akan semakin mendorong masyarakat untukmenigkatkan kualitas hidup sehatnya termasuk di dlalam menigkatkan kemampuan dukun bayi sebagai mitra kerja di dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil. KIE untuk kelompok sasaran seharusnya dilakukan minimal sekali setiap bulannya dihitung secara komulatif.
5. Kegiatan – Kegiatan Polindes
a. Memeriksa bumil dan komplikasinya
b. Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang
c. Memberikan pelayanan kesehatan bufas dan ibu menyusui
d. Memberikan pelayan kesehatan neonatal, bayi, balita, anak pra sekolah dan imunisasi dasar pada bayi
e. Memberikan pelayanan KB
f. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi baik ibu maupun bayinya
g. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader
h. Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu
i. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader
j. Memberi penyuluhan kesehatan tentang gizi bumildan anak serta peningkatan penggunaan ASI dan KB
k. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas setempat.
6. Prinsip-prinsip polindes
a. Merupakan bentuk UKBM dibidang KIA-KB
b. Polindes dapat dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal didesa
c. Memiliki tingkat peran serta masyarakat yang tinggi, berupa penyediaan tempat untuk pelayanan KIA, khususnya pertolongan persalinan, pengelolaan polindes, penggeraka sasaran dan dukungan terhadap pelaksana tugas bidan di desa.
d. Dalam pembangunan fisik polindes dapat berupa ruang/kamar yang memenuhi persyaratan sehat, dilengkapi sarana air bersih, maupun peralatan minimal yang dibutuhkan.
e. Kesepakatan dengan masyarakat dalam hal tanggung jawab penyediaan dan pengelolaan tempat, dukungan operasional dan tarif pelayanan kesehatan di polindes.
f. Menjalin kemitraan degan dukun bayi
g. Adanya polindes tidak berarti bidan hanya memberi pelayanan di dalam gedung
7. Unsur-unsur polindesa
a. adanya bidan di desa
b. Bangunan atau ruang untuk pelayanan KIA-KB dan pengobatan sederhana
c. adanya partisipasi masyarakat
8. kebijakan penempatan bidan di desa
membantu penurunan AKI/AKB akibat komplikasi oobstetri, khususnya AKP/AKN, dengan mengatasi berbagai kesenjangan : kesenjangan geografis (mendekatkan pelayanan KIA-KB kesenjangan informasi, kesenjangan sosial budaya, kesenjangan ekonomi).
9. Yang Harus Dilakukan oleh Bidan
a. Membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarkat, dukun bayi.
b. Meningkatkan profesionalisme
c. Memobilisasi pendanaan masyarakat dalam bentuk tabulin
d. Mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan.
C. KB / KIA
1. Pengertian KB –KIA
adalah kegiatan kelompok belajar kesehatan ibu dan anak yang anggotanya meliputi ibu hamil dan menyusui.
2. Tujuan
a. Tujuan umum
Agar ibu hamil dan menyusui tahu cara yang baik untuk menjaga kesehatan sendiri dan anaknya, tahu pentingnya pemeriksaan ke puskesmas dan posyandu atau tenaga desehatan lain pada masa hamil dan menyusui serta adanya keinginan untuk ikut menggunakan kontrasepsi yang efektif dan tepat.
b. Tujuan khusus
Memberi pengetahuan kepada ibu tentang hygiene perorangan pentingnya menjaga kesehatan, kesehatan ibu untuk kepentingan janin, jalanya proses persalinan, persiapan menyusui dan KB.
3. Materi kegiatan
a. Pemeliharaan diri waktu hamil
b. Makanan ibu dan bayi
c. Pencegahan infeksi dengan imunisasi
d. Keluarga berencana
e. Perawatan payudara dan hygiene perorangan
f. Rencana persalinan
g. Tanda-tanda persalinan
4. Kegiatan yang dilakuan
a. Pakaian dan perawatan bayi
b. Contoh makanan sehat untuk ibu hamil dan menyusui
c. Makanan bayi
d. Perawatan payudara sebelumdan setelah persalinan
e. Peralatan yang diperlukan ibu hamil dan menyusuiCara memandikan bayi
f. Demontrasi tentang alat kontrasepsi dan cara penggunaanya
g. Faktor penentu keberhasilan
5. Faktor manusia
a. Faktor sarana [tempat]
b. Faktor prasarana [fasilitas]
6. Pelaksana
a. Pelaksana utama meliputi dokter puskesmas, pengelola KIA, kader, Bidan
b. Pelaksana pendukung meliputi Camat, kades, pengurus LKMD, tokoh masyarakat
c. Pelaksana pembina meliputi sub dan KIA propinsi tim pengelola KIA kabupaten.
D. Dasa Wisma
Dasawisma adalah kelompok ibu berasal dari 10 rumah yang bertetangga. Kegiatannya diarahkan pada peningkatan kesehatan keluarga. Bentuk kegiatannya seperti arisan, pembuatan jamban, sumur, kembangkan dana sehat ( PMT, pengobatan ringan, membangun sarana sampah dan kotoran ).
Dasawisma atau kelompok persepuluh merupakan salah satu pembinaan wahana peran serta masyarakat dibidang kesehatan secara swadaya di tingkat keluarga. Salah satu dari anggota keluarga pada kelompok persepuluh dipilih untuk dijadikan ketua kelompok atau penghubung/Pembina. Bidan desa dijadikan sebagai Pembina yang bertugas melakukan pembinaan secara berkala dan menerima rujukan masalah kesehatan.
E. Tabulin
1. Pengertian
Tabulin adalah tabungan social yang dilakukan oleh calon pengantin, ibu hamil dan ibu yang akan hamil maupun oleh masyarakat untuk biaya pemeriksaankehamilan dan persalinan serta pemeliharaan kesehatan selama nifas. Penyetoran tabulin dilakukan sekali untuk satu masa kehamilan dan persalinan ke dalam rekening tabulin.
Tidak semua ibu hamil dapat melahirkan dengan normal. Ibu hamil harus selalu mewaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi pada saat kehamilan dan melahirkan. Keluarga ibu hamil perlu menyisihkan sebagian dari pendapatan untuk pembiayaan selama kehamilan dan kelahiran, salah satu cara adalah dengan adanya tabungan ibu bersalin ( tabulin ). Para ibu hamil diberi kotak tabungan yang dikunci dan disimpan oleh bidan. Tujuan dari Tabulin adalah supaya ibu hamil rajin menabung dan disiplin memeriksakan diri kebidan. Pada saat ibu hamil periksa kandungan,kotak tabungan dapat dibukan dan dihitung jumlahnya kemudian dicatat di dalam buku sesuai dengan jumlah uang yang di simpan.
2. Tujuan
a. Meningkatkan pemahaman, pengetahuan, pengelola dan masyarakat tentang tabulin
b. Meningkatkan kemampuan para pengelola dan masyarakat dalam mengenali masalahpotensi yang ada dan menemukan alternative pemecahan masalah yang berkaitan dengan ibu hamil dan nifas
c. Meningkatkan kesadaran, kepedulian pengelola dan masyarakat dalam menggerakkan ibu hamil untuk ANC, persalinan dengan tenaga kesehatan, PNC, serta penghimpunan dana masyarakat untuk ibu hamil, bersalin, dan ambulan desa.
F. Donor Darah Berjalan
1. Pengertian
a. Donor darah berjalan merupakan salah satu strategi yang dilakuakan Departemen Kesehatan dalam hal ini derektorat Bina Kesehatan ibu. Melalui program pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat, dalam upaya mempercepat penurunan AKI.
b. Donor darah berjalan adalah para donor aktif yang kapan saja bias dipanggil. Termasuk kerja mobil dan swasta terkait sediaan darah lewat program yang mereka buat (Eny Retna, 2009, Asuhan Kebidanan Komunitas ).
2. Tujuan
a. Membantu menurunkan risiko terkena serangan jantung
b. Sebagai pemeriksaan kesehatan secara teratur
c. Mengurangi kemungkinan terjadinya penyumbatan pembuluh darah.
3. Tahapan Donor darah
a. Fasilitasi warga untuk menyepakati pentingnya mengetahui golongan darah
b. Jika warga belum mengetahui golongan darahnya, maka perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah bagi seluruh warga yang memenuhi syarat untuk menjadi donor darah
c. Hubungi pihak Puskesmas untuk untuk menyelenggarakan pemeriksaan darah
d. Membuat daftar golongan darah ibu hamil dan perkiraan waktu lahir, kumpulkan nama warga yang mempunyai golongan darah yang sama dengan ibu hamil
e. Usahakan semua ibu hamil memiliki daftar calon donor darah yang sesuai dengan golongan darahnya
f. Membuat kesepakatan dengan para calon donor darah untuk selalu siap 24 jam, sewaktu – waktu ibu hamil memerlukan transfusi
g. Membuat kesepakatan dengan Unit Transfusi Darah, agar para warga yang telah bersedia menjadi pendonor darah diprioritaskan untuk diambil darahnya, terutama transfusi bagi ibu bersalin yang membutuhkannya
h. Kader berperan memotivasi serta mencari sukarelawan apabila ada salah seorang warganya yang membutuhkan darah.
G. Ambulan Desa
1. Pengertian
a. Ambulan desa adalah salah satu bentuk semangat gotong royong dan saling peduli sesama warga desa dalam sistem rujukan dari desa ke unit rujukan kesehatan yang berbentuk alat transportasi.
b. Ambulan desa adalah suatu alat transportasi yang dapat di gunakan untuk menghatarkan warga yang membutuhkan pertolongan dan perawatan di tempat pelayanan kesehatan. (Eny Retna, 2009, Asuhan Kebidanan Komunitas ).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mempercepat penurunan AKI karena hamil, nifas dan melahirkan
b. Tujuan Khusus
Mempercepat pelayanan kegawat daruratan masalah kesehatan, bencana serta kesiapsiagaan mengatasi masalah kesehatan terjadi atau mungkin terjadi.
3. Sasaran
Pihak – pihak yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga yang dapat menciptakan iklim yang kondusif terhadap perubahan perilaku tersebut. Semua individu dan keluarga yang tanggap dan peduli terhadap permaslahan kesehatan dalam hal ini kesiapsiagaan memenuhi sarana transportasi sebagai ambulan desa.
4. Kriteria
a. Kendaraan yang bermesin yang sesuai standar ( mobil sehat ).
b. Mobil pribadi, perusahaan, pemerintah pengusaha.
c. ONLINE
5. Indikator Proses Pembentukan Ambulan Desa
a. Ada forum kesehatan desa yang aktif
b. Gerakan bersama atau gotong royong oleh masyarakat dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah kesehatan. Bencana serta kegawat daruratan kesehatan dengan pengendalian faktor resikonya.
c. Pengamatan dan pemantauan masalah kesehatan.
d. Penurunan kasus masalah kesehatan, bencana atau kegawat daruratan kesehatan
Referensi
Ambarwati, Eny, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Mutia Medika.
Runjati, M.Mid. 2010. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/06/pengembangan-wahana-forum-psm-peran.html#ixzz2NP7yrleJ.
Minggu, 18 Agustus 2013
teknologi dalam kebidanan dan bayi
1.
2.keajaiban tali pusarKini, alih-alih dibuang atau dikubur, darah yang berasal dari tali pusat bisa disimpan dan kelak dipakai jika bayi menderita penyakit.
Dalam darah tali pusat terkandung sel punca hematopoetic (HSCs) atau sel punca pembentuk darah. Selain di tali pusat, HSCs sebenarnya juga ditemukan pada sumsum tulang belakang dan darah tepi.
Sel punca dari darah tali pusat, menurut Andrew Krishna Ekaputra, PhD, direktur laboratorium Cordlife, memiliki beberapa keunggulan dibanding dari sumsum tulang atau darah tepi.
"Sel punca dari tali pusat lebih muda dan murni. Selain itu, karena sudah disimpan sejak awal, lebih mudah didapatkan jika diperlukan karena tak perlu donor," kata Andrew dalam acara media edukasi mengenai teknologi penyimpanan sel punca di Jakarta, Selasa (14/5/2013).
Ia menjelaskan, karena memiliki kemampuan dalam mengganti dan meregenerasi kerusakan genetika, sel punca bisa mengobati beberapa penyakit yang berkaitan dengan kelainan darah.
"Saat ini sel punca sudah banyak dipakai dalam mengobati penyakit kanker darah, seperti leukemia, neuroblastoma, atau limfoma," katanya.
Penelitian yang sudah masuk dalam tahap uji klinis juga mengarah pada pemanfaatan sel punca dalam penyakit cerebral palsy, cedera tulang belakang, sampai diabetes tipe satu.
Menurut dr Rama Tjandara, Sp OG, dari RS Pantai Indah Kapuk Jakarta, dalam pengobatan leukemia pada anak-anak, sel punca yang berasal dari darah tali pusat sudah dilakukan dalam 30 tahun terakhir.
"Di masa depan, sel punca untuk mengobati penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan stroke mungkin bisa dilakukan. Saat ini masih tahap uji klinik," katanya dalam kesempatan yang sama.
Terapi sel punca untuk pengobatan jantung, misalnya, di Indonesia saat ini sudah dilakukan pada 150 kasus. "Tetapi masih menggunakan sel punca dari sumsum tulang," kata Rama.
Untuk kasus penggunaan sel punca dari darah tali pusat, menurut Rama, sejauh ini ia baru memiliki satu pasien di Indonesia yang menggunakan "tabungan" darah tali pusatnya untuk mengatasi gangguan perkembangan motorik.
"Saat lahir, pasien tersebut berat badannya di bawah normal. Ia memiliki beberapa keterlambatan motorik. Lalu di usia 2 tahun dilakukan terapi dengan sel punca dari darah tali pusatnya sendiri. Lumayan kemajuannya, kini ia sudah mulai lancar berbicara dan perkembangan kemampuan lainnya," katanya.
Pengambilan
Prosedur pengambilan darah tali pusat dilakukan segera setelah bayi dilahirkan. Menurut Rama, setelah beberapa menit, tali pusat akan dijepit dan jarum dimasukkan ke dalam pembuluh darah di tali pusat untuk mengambil darah dan dimasukkan ke dalam kantong khusus.
"Prosedur ini sama sekali tidak menyakitkan atau berisiko untuk ibu dan bayi," katanya.
Setelah proses pengambilan selesai, dalam waktu 48 jam, darah akan diproses dan disimpan dalam bank darah. Darah tersebut baru akan dipakai jika pasien di kemudian hari menderita penyakit darah atau di usia dewasa menderita penyakit degeneratif.
Namun, tentu saja ada biaya yang harus dikeluarkan orangtua untuk menyimpan darah tersebut. "Ini bisa dianggap sebagai investasi dan asuransi kesehatan yang diwariskan orangtua kepada anaknya," kata Andrew.
Meski selama di kandungan menyediakan nutrisi yang diperlukan janin, tali pusat dan plasenta jarang diperhatikan setelah bayi lahir ke dunia.
Sabtu, 17 Agustus 2013
TABULIN ( Tabungan Ibu Bersalin )
Salah satu unsur dari kesehatan adalah subsistem
pembayaran dalam pelayanan kesehatan. Sebagai bagian integral dari Puskesmas
reformasi tentu kebijakan yang diarahkan di tingkat Puskesmas terjabarkan pula
di unit integralnya, termasuk dalam menggeser pola pembayaran tunai menjadi
pra-upaya. Pembiayaan kesehatan yang berkeadilan adalah pembiayaan kesehatan
secara tunai yang mengakibatkan terhambatnya akses ke pelayanan kesehatan.
Pada dasarnya pembiayaan kesehatan diarahkan untuk
terlindungnya ibu dan anak dari ancaman biaya dalam memperoleh pelayanan
kesehatanTabungan Ibu Bersalian (Tabulin)
Tabungan ini sifatnya insidensial, keberadaannya
terutama pada saat mulainya kehamilan dan dapat berakhir pada saat seorang ibu
sudah melahirkan. Tabungan ini akan sangat membantu terutama bagi ibu hamil dan
keluarganya pada saat menghadapi persalinan terutama masalah kendala biaya sudah
dapat teratasi.
Secara psikologis ibu akan merasa tenang menghadapi
saat persalinan dan karena pengelolaan. Tabulin ini biasanya oleh tokoh
masyarakat atau petugas kesehatan, maka akan menjamin akses ibu kepada petugas
kesehatan. Perlindungan pembiayaan kesehatan sendiri seharusnya dimiliki setiap
orang pada setiap fase kehidupannya.
Tujuan
-
Menurunkan
angka kematian ibu dan bayi di Indonesia
-
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama ibu
hamil
-
Memotivasi masyarakat terutama ibu hamil, menyisihkan sebagian
dananya untuk ditabung sebagai persiapan persalinan
Manfaat Tabulin
Keberhasilan
pemberdayaan perempuan di sektor kesehatan juga terlihat pada indicator
persalinan yang di tolong medis. Intervensi yang dilakukan adalah mengiatkan
penyuluhan masyarakat , khususnya di pedesaan dan menyediakan lebih banyak lagi
pusat “ pelayanan Kesehatan Masyarakat “ bersama tenaga medisnya. Pemberdayaan
perempuan di sector kesehatan telah berhaisl meningkatkan usia harapan hidup
perempuan. Salah satu kegiatan ini adalah membuat tabungan ibu bersalin (
tabulin ). Tabulin adalah salah satu program kesehatan yang dinilai sangat
positif karena langsung menyentuh masyarakat. Tabungan yang bersifat social ini
sangat membantu warga, terutama yang ekonominya lemah. Program ini sangat tepat
dan efektif dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Warga tidak akan
merasa terbebani dalam mendukung program tersebut karena penggalangan dana
tabungan di lakukan melalui pola jimpitan ( sejenis iuran sukarela ).
Adapun manfaat dari tabulin, antara
lain :
1. Sebagai
tabungan atau simpanan itu yang digunakan untuk biaya persalinan atau sesudah
persalinan.
2. Ibu
dan keluarga tidak merasa terbebani
terhadap biaya persalinan.
Keberhasilan
pemberdayaan perempuan di sektor kesehatan juga terlihat pada indikator
persalinan yang ditolong medis. Intervensi yang dilakukan adalah menggiatkan
penyuluhan ke tengah masyarakat, khususnya di pedesaan dan menyediakan lebih
banyak lagi pusat “Pelayanan Kesehatan Masyarakat”, bersama tenaga medisnya.
Pemberdayaan perempuan di sektor kesehatan telah berhasil meningkatkan usia
harapan hidup perempuan.
Salah satu kegiatan isi
adalah membuat tabungan ibu bersalin (Tabulin), Tabulin adalah salah satu
Program Kesehatan yang dinilai sangat positif langsung menyentuh masyarakat.
Tabungan yang bersifat sosial ini sangat membantu warga, terutama mereka yang
berekonomi lemah. Program ini sangat
tepat dan efektif dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Warga tidak
akan merasa terbebani dalam mendukung program tersebut karena penggalangan dana
tabungan dilakukan melalui pola jimpitan (sejenis iuran sukarela)
Melalui Tabulin, bumil diharapkan bisa menabung
sehingga saat melahirkan tidak mengalami kesulitan biaya persalinan karena
sudah ada dana tabungan tersebut. Tabulin merupakan upaya yang sangat baik
untuk menurunkan angka kematian ibu. Meskipun demikian, cara ini belum 100 %
menjamin ibu hamil selamat dari maut.
Tabungan Bersalin (Tabulin) sudah dimulai sebelum
ada desa Siaga. Kita menerangkan ke Ibu Hamil dan keluarganya tentang kegunaan
Tabulin, meskipun orang kaya. Justru orang kaya tersebut harus memberikan
contoh kepada orang-orang yang tidak mampu menabung, dan ibu hamil tersebut
diberikan buku yang dibawa setiap pemeriksaan. Tabungan itu dibentuk
berdasarkan RW atau Posyandu. Bila Posyandu di suatu tempat ada empat, maka
tabungannya ada empat di desa tersebut. Kita juga harus menentukan jumlah
tabungan ibu hamil setiap minggunya dan memberi penjelasan kepada ibu hamil
betapa pentingnya manfaat Tabulin sehingga ibu hamil mempunyai kesadaran untuk
membayar Tabulin. Banyak sekali hal yang sebenarnya kelihatan kecil atau
sepele, seperti menyiapkan tabungan, kemudian menyiapkan tetangga yang bisa
mengantar pada saat terjadinya persalinan secara tiba-tiba. Hal ini bisa
menginspirasi banyak masyarakat agar di masa mendatang Tabulin dapat
tersosialiasai dengan baik di masyarakat.
Tahapan Tabulin
1 Ibu yang
sudah mengetahui kehamilannya, diminta mulai menabung untuk persalinannya.
2 Tabulin
merupakan tabungan keluarga, bukan tanggung jawab ibu yang harus menyisihkan
uang untuk persalinannya, tetepai suami juga harus menabung untuk dana
persalinan. Terutama bagi keluarga yang penghasilannya tunggal (suami yang
berpenghasilan). Jadi perlu ada kesepakatan dengan suami.
3 Jika ibu
hamil menngalami kesulitan menyampaikan kepada suami, maka anggota SIAGA (Siap
Antar Jaga) lain perlu membicarakannya dengan para suami dalam pertemuan -
pertemuan desa, pertemuan para bapak, ataupun pendekatan secara individual.
4 Waktu
perkiraan persalian sudah dapat diketahui sehingga ibu atau keluarga mampu
memperkirakan kapan dana akan digunakan. Jika simpanan tidak berupa uang, ibu dan keluarga harus bisa memperkirakan
kapan simpanan bisa diuangkan, misalnya menjual hasil panen, menjual ternak.
5 Tabulin
dalam bentuk uang, dapat disimpan dibank, dirumah, atau pada bidan. Tabulin
dapat diisi dengan mencicil. Tbulin yang disimpan pada bidan dapat dititipkan
pada saat pemeriksaan kehamilan.
Peran kader disini adalah
menyarankan atau memotivasi ibu-ibu agar mempunyai persiapan persalinan.
2.3
Mekanisme Tabulin
Tabungan itu
terbentuk berdasarkan RW atau Posyandu. Bila posyandunya empat, maka
tabungannya ada empat didesa itu.
Langganan:
Postingan (Atom)